Archive for January, 2013


Banyak yang mencibir ketika AMD melakukan langkah yang berlawanan dengan paradigma yang sedang ada. Namun 5 tahun kemudian, AMD membuktikan keandalan visinya.

Sebuah visi terkadang memang sulit dipahami. Baru ketika visi tersebut menunjukkan hasil nyata, kita tersadar kehebatan sebuah visi.

Hal ini pun terjadi di AMD. Banyak yang mengerutkan dahi ketika tahun 2006, AMD memutuskan untuk membeli perusahaan grafis bernama ATI. Saat itu ATI memang pemain utama kartu grafis di samping Nvidia, namun orang tetap bertanya-tanya mengapa sebuah perusahaan prosesor membeli perusahaan kartu grafis.

Namun AMD memang memiliki alasan khusus. Sejak awal, AMD memiliki visi kalau batas antara prosesor (CPU) dan kartu grafis (GPU) semakin lama akan semakin kabur. AMD menyakini, GPU akan berkembang menjadi komponen yang bisa mengerjakan banyak hal, mirip seperti fungsi CPU selama ini.

Kala itu, banyak pihak yang menyangsikan visi tersebut. Maklum, CPU dan GPU memiliki cara dan konsep kerja yang berbeda, sehingga sulit membayangkan keduanya akan melebur menjadi satu. Namun AMD tidak surut. Meski perjalanan panjang berliku, termasuk tertinggal dari Intel sebagai pesaing abadinya, AMD terus berusaha mewujudkan hal tersebut.

Dan setelah 5 tahun, kerja keras itu pun berbuah manis. AMD berhasil membuat sebuah prosesor yang tidak saja menyatukan fungsi CPU dan dan GPU, namun juga menawarkan pengalaman komputasi yang berbeda. Itulah yang AMD tawarkan dalam prosesor yang mereka sebut APU (Accelerated Processing Unit).

Mendobrak Paradigma

Untuk memahami APU, ada baiknya kita melihat bagaimana cara kerja prosesor yang ada selama ini.

Sejak pertama dibangun, platform x86 membagi tugas antara CPU dan GPU. Tugas CPU adalah memproses seluruh instruksi aritmetika dan input/output, sementara GPU memproses data yang tampil di monitor.

Pembagian ini dilakukan karena kedua komponen ini memiliki karakter kerja yang berbeda. Prosesor memproses data secara linear atau berurutan, karena setiap proses memiliki hubungan sebab-akibat yang erat. Sementara GPU memproses data secara paralel atau bersamaan, sesuai dengan karakter data grafis yang tidak terlalu tergantung sebab-akibat. Karena itu jangan heran jika CPU cuma memiliki 2-4 inti (core), sementara GPU bisa memiliki ratusan inti dalam sekeping silikon.

GPU sendiri bisa hadir dalam berbagai bentuk. Ada yang berbentuk kartu GPU mandiri(dedicated), ada pula yang berada di dalam prosesor (biasa disebut IGP atau Integrated Graphic Processor). Karena berada di dalam prosesor dengan ukuran yang jauh lebih kecil, kecepatan IGP jauh lebih rendah dibanding GPU mandiri. Namun IGP juga menawarkan banyak kelebihan. Selain lebih murah, ukurannya yang kecil membuatnya lebih irit daya. Tidak heran jika IGP banyak digunakan untuk komputer standar dan notebook. Mengacu data

Saat bekerja, CPU dan GPU melakukan kerjasama yang erat. Karena itu, lalu lintas antar keduanya pun dibuat selebar mungkin. Anda mungkin pernah mendengar istilah PCI, AGP, dan PCI Express. Nah, itu adalah teknologi yang menjadi “jalan raya” yang menghubungkan CPU dan GPU mandiri.

Lalu bagaimana dengan IGP? Tetap ada jalur khusus. Meski berada di dalam prosesor, IGP adalah keping silikon yang berbeda dibanding CPU. Jika dianalogikan, GPU ini ibarat dapur yang terpisah dari rumah utama (atau CPU). Memang jaraknya hanya sepenggalan tombak, namun tetap saja kita harus melangkah keluar rumah untuk membuat kopi hangat atau mie instan.

Tidak efisien kan? Karena itu muncul pertanyaan, mengapa “dapur” IGP itu tidak dipindahkan saja ke dalam rumah utama?

Di masa lalu, kendalanya adalah di sisi teknologi pembuatan prosesor. Intel dan AMD bisa saja membuat IGP yang bersatu dengan CPU, namun konsekuensinya tidak menguntungkan. Menyatukan keduanya akan menghasilkan silikon yang terlalu besar, terlalu panas, dan terlalu mahal untuk sebuah komputer.

Namun saat ini kemajuan pembuatan prosesor membuat kendala itu tidak ada lagi. Untuk mencapai performa yang sama, area silikon yang dibutuhkan CPU jauh lebih kecil. Jadi jika ditambahkan IGP, keping silikon yang terbentuk tidak jauh berbeda dengan prosesor generasi sebelumnya. Dan tidak cuma IGP; komponen penting lain seperti northbridge,memory controller, sampai UVD (Universal Video Decoder, komponen untuk decoding video) kini juga disatukan ke dalam satu silikon.

Apa  keuntungan menyatukan CPU dan IGP? Yang pertama tentu saja pada kecepatan. Jika dulu data antar CPU dan IGP harus mondar-mandir lewat jalur khusus, kini keduanya bisa berbicara antar transistor. Bersatunya seluruh komponen prosesor juga membuat efisiensi daya semakin tinggi, yang berujung pada prosesor yang lebih hemat.

Karena itulah, konsep “satu silikon” ini kini diadopsi semua pihak. Intel melakukannya lebih dulu melalui prosesor generasi Sandy Bridge (Januari 2011), sementara AMD beberapa bulan kemudian. Namun jika Intel tetap menyebutnya sebagai prosesor, AMD memilih memberi nama khusus APU bagi prosesor satu silikon ini.

Anda mungkin bertanya, mengapa?

Pendekatan Berbeda

Karena bagi AMD, APU memang bukan lagi sekadar prosesor. Menurut AMD, penggabungan CPU dan IGP akan membuka dimensi baru dalam cara kerja prosesor. Menggunakan analogi di atas, AMD ingin “dapur” bernama IGP itu tidak cuma memproses grafis, namun juga aplikasi lain.

Potensi  itu memang ada. Seperti kami sebut di atas, sebuah GPU (dan IGP) memiliki inti yang jauh lebih banyak dibanding CPU. Sebuah inti di GPU memang tidak secepat inti di CPU, namun karena jumlahnya yang banyak, GPU sebenarnya memiliki tenaga yang luar biasa.

Masalahnya cuma satu: cara kerja GPU yang paralel alias berbarengan. Kebanyakan software dibuat dengan paradigma kerja berurutan khas CPU, sehingga tidak bisa serta-merta dialihkan prosesnya ke GPU. Dibutuhkan modifikasi khusus—utamanya di sisi software—agar tenaga GPU bisa dimanfaatkan.

Usaha membuat GPU yang “serba bisa” inilah yang disebut dengan GPGPU (General Purpose GPU). Sebenarnya tidak cuma AMD yang melakukan hal ini, tapi juga Nvidia. Namun keduanya mengambil cara yang berbeda. Nvidia memilih menggunakan bahasa pemograman CUDA yang merupakan bahasa pemograman milik pribadi (propietary) Nvidia. Sementara AMD justru menanggalkan Stream (API pribadi miliknya) dan menggantikan dengan OpenCL yang terbuka (open source). Dengan keterbukaan tersebut, AMD berharap developer semakin mudah membuat software yang memanfaatkan keparalelan GPU.

Usaha ini pun mulai membuahkan hasil. Saat ini sudah banyak aplikasi yang telah memanfaatkan GPU untuk melakukan tugas tertentu. Aplikasi Norton Security misalnya, memanfaatkan tenaga GPU saat melakukan scanning virus. Begitu juga Adobe Photoshop CS6, WinZip 16.5, Corel AfterShot Pro, dan berbagai aplikasi lain.

Itu kan untuk GPU, bagaimana dengan IGP di APU? Sama saja. IGP di APU pada dasarnya adalah versi sederhana dari GPU. Meski dalam kapasitas yang lebih kecil, IGP juga yang bisa dimanfaatkan software pendukung GPGPU layaknya GPU. Alhasil, IGP di dalam APU tidak cuma untuk memproses grafis, namun juga membantu CPU mengolah aplikasi lain. Itulah alasan terbesar mengapa AMD menggunakan kata “accelerating” pada nama APU.

Keluarga APU

Setelah mengetahui cerita di balik kelahirannya, mari kita berkenalan dengan keluarga besar APU. Sejak dirilis tahun lalu, APU telah hadir dalam beberapa generasi.

Generasi pertama adalah Brazos yang diperkenalkan awal 2011. Prosesor ini ditujukan untuk segmen mobile dan tersedia dalam dua pilihan. Yang pertama adalah E-Series yang memiliki TDP 18 Watt dan ditujukan untuk netbook (meski belakangan juga dipakai untuk notebook). Yang kedua adalah C-Series yang memiliki TDP lebih rendah (5,5-9 Watt) dan ditujukan untuksmartphone dan netbook rendah daya.

Di Juni 2011, AMD kembali merilis APU dengan kode nama Llano. Melalui Llano, cakupan APU semakin luas karena tersedia untuk mobile maupun desktop. Selain itu, Llano ditujukan untuk segmen yang lebih umum karena memiliki performa di atas Brazos. Prosesor generasi Llano ditandai dengan penamaan A8, A6, dan A4.

Kesuksesan Brazos dan Llano membuat AMD semakin percaya diri. Pada Mei 2012 kemarin, AMD memperkenalkan APU generasi ketiga yang disebut Trinity. Pengujian awal menunjukkan peningkatan kinerja yang signifikan dibanding versi sebelumnya. Situs teknologi Anandtech misalnya, menyebut Trinity memberikan peningkatan kinerja sebesar 20% dibanding Llano, dengan perbaikan di sisi konsumsi daya yang juga meningkat sekitar 20%.

Karena APU pada dasarnya adalah penggabungan CPU dan GPU, teknologi yang digunakan pada dasarnya modifikasi dari prosesor dan GPU yang telah dimiliki AMD. Llano misalnya, adalah penggabungan CPU tipe K10 (digunakan prosesor AMD Phenom) dan IGP tipe Evergreen (digunakan Radeon HD5xxx).

Tentu, karena keterbatasan ukuran APU, ada modifikasi yang harus dilakukan yang berujung pada perbedaan kinerja. Namun karena menggunakan teknologi serupa, fasilitas yang ada di GPU AMD juga tersedia di IGP APU. Contohnya sejak generasi Brazos, APU mendukung DirectX 11.

Karena memiliki kelebihan di bidang GPU, AMD menaruh perhatian besar dalam hal IGP di APU. Jika ditilik, IGP di dalam APU memiliki proporsi yang sama dengan dengan CPU. Sebagai perbandingan, proporsi CPU:IGP di prosesor Intel Sandy Bridge sekitar 70:30. Hal ini memang membuat AMD APU tidak secepat prosesor sekelas dari Intel, namun dikompensasi dengan kemampuan grafis yang lebih baik.

Sebagai contoh, prosesor Brazos E-Series dapat memainkan video Full-HD dengan mulus—sesuatu yang istimewa untuk prosesor netbook. Prosesor AMD Llano versi desktop juga cukup bertenaga untuk menjalankan game-game kelas menengah seperti Batman: Arkman City, Battlefield 3, Dirt 3, sampai Total War: Shogun 2.

Posisi AMD sebagai pembuat GPU juga membantu posisi APU. Melalui feature Dual Graphic, IGP di dalam APU dapat bekerjasama dengan GPU untuk menghasilkan peningkatan performa yang signifikan. Hal ini berbeda dengan solusi dari Nvidia di mana IGP akan non-aktif ketika GPU mandiri terpasang.

Di segmen notebook, keunggulan Dual Graphic lebih terasa. Contoh skenarionya adalah, ketika Anda jauh dari sumber listrik, cukup manfaatkan IGP yang ada di dalam APU. Ketika dapat mencolokkan notebook Anda pada sumber listrik, Anda bisa memperoleh kinerja lebih dengan mengaktifkan kedua GPU melalui Dual Graphics.

Kesimpulan

Dengan semua kelebihan tersebut, AMD APU memang menjadi alternatif menarik. Tidak untuk semua keperluan, karena platform Intel tetap belum terkalahkan dari sisi kecepatan.

Namun menilik kegiatan pengguna komputer yang mayoritas berkutat seputar browsing, aplikasi berbasis Flash, dan menikmati video, prosesor sekelas APU sebenarnya sudah lebih dari memadai. Ditambah agresivitas AMD di sisi harga, AMD APU menjadi alternatif menarik bagi konsumen.

Dan di titik inilah, kita baru bisa memahami visi brilian AMD saat mengakuisisi ATI.

—————————————-

Sumber Referensi : http://www.infokomputer.com/fitur/39-umum/5382-amd-apu-bukti-sebuah-visi?showall=1

Ijazah vs Sertifikat

Mana yang lebih penting jika ingin sukses berkarier di dunia TI? Ijasah atau sertifikat?

Hampir dalam semua seminar antara pelaku industri dan akademisi yang membahas masalah “link and match”, dibicarakan isu mengenai anggapan bahwa, di dunia industri, nilai “sertifikat” tertentu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan “ijazah” perguruan tinggi.

Alasan yang kerap dikemukakan antara lain adalah :

  1. Ijazah dengan transkrip yang menyertainnya sangatlah bersifat umum, dalam arti kata industri tidak benar-benar tahu kompetensi dan keahlian khusus dari si lulusan PT – karena informasi yang tertera hanyalah perihal nama mata kuliah yang diambil dengan nilainya. Sementara  informasi yang ditemukan di sertifikat sangat jelas karena mengikuti standar nasional / internasional.
  2. Perbedaan kelas dan kualitas antar PT membuat ijazah tidak dapat dibandingkan secara “apple to apple” antara satu dengan lainnya, sehingga seringkali pihak industri menggunakan asumsi tertentu terhadap nama dan citra perguruan tinggi yang bersangkutan. Sedangkan dalam sertifikat, diberlakukan standar yang tidak membedakan latar belakang pendidikan atau lingkungan aktifitas, karena hanya fokus pada penguasaan terhadap bidang tertentu.
  3. Bidang penguasaan seperti yang dicantumkan di ijazah / transkrip bersifat terlalu umum, tidak memiliki relevansi langsung dengan “bahasa umum” yang kerap dipakai di industri. Bahasa yang terlalu akademik tersebut perlu dipetakan lebih dulu menjadi terminologi yang biasa dipakai dan dimengerti oleh industri terkait. Di lain pihak, sertifikat secara langsung menggunakan terminologi yang sehari-hari digunakan oleh industri sehingga mudah dimengerti oleh para praktisi bisnis.

Tentu saja, ketiga alasan ini dibantah oleh kaum akademisi yang mengatakan, sertifikasi hanya menjamin yang bersangkutan mengetahui kulit / permukaan dari suatu ilmu belaka – tidak secara utuh dan mahir memahami filosofi dan penggunaannya secara tepat.

 

Saling Melengkapi

Sebenarnya tidak perlu buang waktu untuk mempertentangkan kedua hal tersebut karena pada dasarnya mereka saling melengkapi. Coba kita bandingkan seperti ini.

  • Ijazah adalah sebuah bentuk pengakuan telah dipenuhinya standar pengetahuan dan kompetisi melalui proses diikuti dan diselesaikannya sejumlah mata kuliah bedasarkan program kurikulum tertentu. Karena Indonesia menganut system KBK (Kurikulum Berbasis Kurikulum), maka tujuan / filosofi yang digunakan adalah membekali peserta didik dengan “kompetensi” tertentu yang bersifat jangka panjang. Pendekatan prinsip dan generic diterapkan dalam metodologi serta konten pengajaran agar ilmu yang dipelajari dapat diimplementasikan dalam berbagai situasi kehidupan.
  • Sertifikat lebih bersifat jangka pendek karena mengacu pada teknologi yang menjadi tren saat itu. Tak heran jika sertifikasi tertentu biasanya dilengkapi dengan masa berlaku dan harus memperbaharui setelah periode tertentu. Karena sifatnya yang mengikuti tren, sertifikasi mengacu pada keterampilan yang bersifat “keahlian” alias mampu menguasai dan menggunakan teknologi tertentu. Dikatakan “tertentu” karena berbasis pada industry yang menciptakannya, sehingga tidak bisa dihindari jika banyak ditemukan sertifikasi yang mengacu pada standar yang dikembangkan oleh asosiasi atau forum tertentu, atau pada vendor atau komunitas penemu tertentu. Contoh PMP (project Management Professional) yang dikeluarkan oleh Project Management Institute, atau CISA (Certified Information System 2 Administrator) yang dikeluarkan oleh ISACA, Cisco Certified Network yang dikeluarkan oleh Cisco atu MCSE (Microsoft Certified System Enginners).

Singkat kata, kombinasi antara kemampuan memahami sesuatu secara generic versus detail, holistic versus focus, jangka panjang versus jangka pendek, konsep versus terapan, teori versus praktek, prinsip versus praktis, dan umum versus khusus merupakan karakteristik saling melengkapi antara Ijazah dan Sertifikat.

____________________________________

Sumber Referensi : Tabloid PCPlus Edisi 339 hal. 40